By: Urbanus Haryanto
Sejenak Menengok Kasus Social Media Bullying
Berbicara mengenai perundungan atau lebih popuper dikenal dengan istilah bullying, saya lebih tertarik memulainya dengan mengangkat kembali beberapa kasus bullying yang mungkin belum hilang dalam ingatan kita. Kasus-kasus bullying ini melibatkan social media (media sosial) dan sengaja diangkat agar kita melihat kembali persoalan bullying dengan sudut pandang yang berbeda.
Mungkin belum hilang dalam ingatan kita, kisah seorang remaja SMA asal Banyuwangi bernama Asa Firda Nihayah alias Afi Nihaya Faradisa. Semua berawal dari postingan akun media sosial remaja 18 tahun yang mengkritisi konflik dan dinamika kehidupan beragama yang santer belakangan ini. Berbondong-bondong warganet mengagumi tulisan dan cara pandang remaja yang tergolong masih belia ini. Bahkan, Presiden Joko Widodo pun kepincut dengan remaja ini dan mendatangkannya ke istana negara.
Cerita tentang kehebatan berpikir remaja ini kemudian menjadi persoalan ketika beredar informasi yang meragukan orisinalitas hasil tulisan. Remaja ini kemudian meminta maaf dan mengakui sendiri bahwa semua pemikiran dan unggahan dalam akun media sosial miliknya disunting dari sumber lain. Alhasil, gadis belia ini kemudian diserang habis-habisan oleh warganet dan lambat laun menjelma menjadi bullying yang berseliweran di media sosial dan situs-situs berita online. Entah disadari ataupun tidak, bullying tampak seperti pelampiasan yang setimpal atas tindakan plagiarisme siswi SMA ini. Warganet lupa bahwa tindakan tersebut tidak lebih dari menyelesaikan masalah dengan memunculkan masalah baru.
Kisah lain yang lebih “kekinian” datang dari ibu kota negara, Jakarta. Sebuah unggahan video di media sosial mempertontonkan sekumpulan anak SD dan SMP yang melancarkan aksi bullying terhadap seorang siswi SD. Korban dijambak, dipukuli, dan dipaksa mencium kaki pelaku yang notabene merupakan teman sepermainan sendiri. Kasus ini menjadi begitu viral hingga mendapat perhatian serius dari Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat hingga pihak Kementerian Pendidikan Nasional.
Netizen kemudian beramai-ramai meyatroni akun media sosial pelaku bullying. Berbagai hinaan, ejekan, hingga ancaman terus menghantui pelaku bullying yang masih berusia remaja. Lagi-lagi, warganet mencari pemecahan dengan menciptakan persoalan baru. Tanpa sadar, warganet juga terlibat menciptakan rantai bully mem-bully.
Kisah yang cukup tragis datang dari Vancouver, Kanada. Seorang remaja 15 tahun bernama Amanda Michelle Todd memilih bunuh diri setelah di-bully habis-habisan melalui media sosial. Gadis ini meninggalkan potongan video yang mengisahkan penderitaannya sendiri sebagai korban bullying. Video yang diberi judul Amanda Todd’s Story: Struggling, Bullying, Suicide, and Self-harm ini mengungkap awal perkenalannya dengan beberapa pria melalui media chatting. Gadis yang masih lugu ini kemudian dilecehkan secara seksual, diajak berhubungan intim, hingga foto-foto telanjangnya diedarkan secara luas di media sosial. Amanda mengisahkan dirinya dibully dalam akun media sosial, dijauhi teman-temannya, dipukuli di depan sekolah, hingga harus berganti-ganti sekolah.
Dalam keadaan terpuruk tersebut Amanda berulang kali mencoba bunuh diri namun gagal. Dikisahkan sendiri oleh Amanda bahwa bullying yang menimpa dirinya terus berlanjut di media sosial pasca percobaan bunuh dirinya. Amanda kemudian mencoba lagi mengakhiri hidupnya pada usaha bunuh diri yang keempat, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-16. Akhirnya, Amanda ditemukan tewas di Port Coquitlam, di dalam rumahnya sendiri dengan meninggalkan potongan video kisah penderitaannya sendiri berisi pesan yang sangat mengharukan dunia.
Lebih Dekat Mengenal Bullying dan Bahayanya
Dalam Stop Bullying Campaign yang digagas oleh Katyana Wardana (Founder of Sudah Dong), bullying diartikan sebagai bentuk kekerasan di kalangan anak-anak dan remaja yang dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti. Keberadaan bullying terbagi dalam dua bentuk, yaitu direct bullying dan indirect bullying. Tindakan memukul, menjambak, mengeluarkan kata kasar, menghina, mengolok, atau mengucilkan merupakan perilaku direct bulling yang kasat mata. Sementara itu, indirect bullying terjadi tidak secara kasat mata yang menjelma dalam dua bentuk, yaitu social bullying, seperti menyebarkan gosip, fitnah, atau berita bohong tentang seseorang dan cyberbullying yang dapat berupa penyebaran konten hoax di internet atau tindakan menyerang dan mengancam seseorang di media sosial.
Sebuah riset yang dihasilkan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini (2008) terhadap tiga kota besar Indonesia, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya mencatat sebesar 67,9% murid SMA dan 66,1% murid SMP terlibat dalam perilaku bullying. Pada tahun yang sama, Yayasan Semai Jiwa Amini juga melaporkan bahwa sebesar 27% guru menganggap bullying sebagai perilaku normal dan 73% guru menganggap bullying sebagai perilaku yang membahayakan peserta didik. Laporan tentang besarnya populasi siswa yang terlibat dalam perilaku bullying dan masih signifikannya populasi guru yang belum mempunyai kesadaran tentang bahaya bullying kemudian menjadi alarm tersendiri bagi dunia pendidikan Indonesia.
Apapun bentuknya, bullying adalah perilaku berbahaya yang harus dilihat bukan hanya terhadap korban tetapi juga terhadap pelaku bullying. Perilaku bullying pada dasarnya lebih menyerupai fenomena gunung es, secara kasat mata tampak kecil di permukaan namun menyimpan bahaya kemudian hari yang tidak diketahui oleh sebagian besar orang. Anak-anak dan remaja yang menjadi korban bullying dapat tertimpa aneka macam persoalah baik secara fisik maupun psikis. Beberapa korban bullying dilaporkan mengalami masalah hilangnya konsentrasi belajar, susah tidur, penurunan berat badan, perasaan cemas berlebihan, self-esteem yang rendah, ketakutan, depresi hingga pada usaha bunuh diri. Dalam jangka panjang korban bullying yang tidak ditangani secar benar dapat mengalami gangguan perilaku, mental, dan psikologis secara permanen ketika menginjak dewasa. Walapun akibat negatif perilaku bullying lebih besar terjadi pada korban bullying, pelaku bullying yang tidak ditangani secara benar juga dapat berpotensi menimbulkan perilaku anti sosial, kenakalan remaja, dan tindakan kriminal.
Social Media Bullying, Perundungan “Jaman Now”
Menarik untuk melihat fenomena yang terjadi belakangan ini bahwa banyak orang di berbagai institusi dan lingkup kehidupan mulai digerakan dan disadarkan tentang bahaya perilaku bullying. Pada saat yang bersamaan, kehadiran media sosial yang lekat dalam kehidupan masyarakat modern cenderung menghadirkan pola interaksi baru yang tidak sehat. Penyebaran berita palsu (hoax), upaya penghasutan, penyebaran kebencian, caci maki, ancaman, dan penghinaan kadang bermuara atau memicu perilaku bullying yang dapat menimpa anak-anak dan remaja. Itulah social media bullying, sebuah ancaman tidak kasat mata yang kadang tidak sepenuhnya disadari saat kita disibukkan untuk memerangi perilaku bullying yang kasat mata.
Laporan yang dikeluarkan oleh Katadata News and Research, 22 Agustus 2017 mengungkap pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 96 juta pengguna. Laporan Tetra Pak Index 2017 dalam detik.com, 27 September 2017 mengungkap bahwa sebagian besar pengguna internet didominasi oleh generasi millennial (Gen M) dan generasi Z (Gen Z) yang lahir pada era digital. Tingginya jumlah anak-anak dan remaja yang terhubung secara online harus membangkitkan keseriusan kita untuk melihat perilaku social media bullying sebagai ancaman yang tidak boleh di pandang sebelah mata. Sebuah lembaga anti bullying Inggris dalam The Annual Bullying Survey 2017 mengungkap bahwa cyberbullying sebagai bentuk ekspansi dari traditional bullying yang secara serius merusak kesehatan dan kenyamanan korban bullying (An expansion of ‘traditional’ offline bullying, cyberbullying has been found to seriously undermine the health and wellbeing of those who are subjected to it).
“Jangan Diam” Menghadapi Social Media Bullying !
Menghadapi ancaman bullying dalam media sosial, seruan “jangan diam” mempunyai makna yang jauh lebih dalam. Sebagai warganet pengguna aktif media sosial, kita dituntut untuk proaktif dan mengambil sikap mengadapi social media bulling. Harus disadari bahwa social media bullying yang menimpa anak-anak dan remaja adalah tindakan melanggar hak asasi manusia yang dapat dikenakan konsekuensi hukum berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
1. Memahami aspek hukum
Warganet perlu terlebih dahulu mengenal Undang-undang Perlindungan Anak pasal 76C UU no. 35 tahun 2014 berbunyi : Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Selanjutnya pasal 80 ayat 1 UU no. 35 tahun 2014 berbunyi: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Selanjutnya kita juga perlu memahami Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 27 ayat 3 yang berbunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pasal 45 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik berisi sanksi hukum yang berbunyi : Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat 1 (satu), ayat 2 (dua), ayat 3 (tiga), atau ayat 4 (empat) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kemudian pasal 28 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik berpunyi: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik melanjutkan: Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat 1 (satu) atau ayat 2 (dua) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Berani melaporkan
Dengan memahami konsekuensi hukum mengenai perilaku bullying, maka keterlibatan warganet untuk melaporkan setiap kejadian social media bullying sangat diperlukan untuk menekan peningkatan kasus yang serupa dalam media sosial. Tindakan melaporkan kadang dapat disertai kesediaan untuk bersaksi dalam proses hukum. Pada tahap ini warganet dapat memperoleh bantuan dan perlindungan hukum sebagai saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
3. Berani bersuara
Kita perlu mengingat kembali istilah silent majority yang keluar dalam pidato mantan presiden kelima Megawati Soekarnoputri. Walaupun konteks persoalannya berbeda tetapi ada satu fenomena yang sama, yaitu bahwa begitu banyak orang yang menyadari adanya sebuah problem tetapi memilih untuk tidak bersuara. Hal ini juga berlaku dalam kasus bullying yang melibatkan media sosial. Ada kecenderungan kita mengganggap biasa dan masa bodoh terhadap aktivitas sosial media yang berpotensi mengarah kepada bullying.
Membiarkan sama saja dengan memberikan ruang pada tumbuhnya perilaku bullying yang melibatkan sosial media. Perlu ada perubahan sikap, yaitu dengan berkontribusi secara aktif dalam sosial media ketika ada indikasi aktivitas media sosial yang mengarah pada bullying. Kebiasaan menasihati, menegur, dan memberikan arahan akan sangat membantu meminimaliasis potensi bullying yang melibatkan sosial media.
4. Siap mencegah
Persoalan bullying yang melibatkan sosial media akan lebih baik ditangani dengan pendekatan yang mengedapankan pencegahan. Keterlibatan kita dalam komunitas anti bullying dalam sosial media adalah salah satu contoh upaya pencegahan bullying. Keterlibatan dan komunikasi dengan anak-anak, remaja, orangtua, guru, dan pemerhati bullying lainya dalam komunitas akan sangat membantu upaya pencegahan bullying yang melibatkan media sosial.
REFERENSI
(Anonim). (2017). Ada Apa dengan Afi Nihaya. (Online). Tersedia: https://kumparan.com/niken-nurani/ada-apa-dengan-afi-nihaya.html
[16 Oktober 2017].
(Anonim). (2017). 2022, Pengguna Media Sosial Indonesia Mencapai 125 Juta. (Online). Tersedia: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/22/2022-pengguna-media-sosial-indonesia-mencapai-125-juta?_ga=2.197621991.919282838.1509211260-117882035.1509211260.html
[30 Oktober 2017].
Asyad, Moh. Habib. (2017). Dunia Maya yang Merenggut Nyawa: Kisah Tragis Amanda Todd Setelah Fotonya Bertelanjang Dada Menyebar di Internet. Tersedia: http://intisari.grid.id/Unique/Fokus/Dunia-Maya-Yang-Merenggut-Nyawa-Kisah-Tragis-Amanda-Todd-Setelah-Fotonya-Bertelanjang-Dada-Menyebar-Di-Internet.html [30 Oktober 2017].
Fhai. (2017). Namanya Dicatut Afi Nihaya, Catherine Olek Angkat Bicara. Untung Zaman Sekarang Gampang Klarifikasi. (Online). Tersedia: http://www.hipwee.com/feature/namanya-dicatut-afi-nihaya-catherine-olek-angkat-bicara-untung-zaman-sekarang-gampang-klarifikasi/.html.
[16 Oktober 2017].
Ginandar, Dhimas. (2017). Kasus Bullying Terjadi Lagi! Pelakunya Siswa SMP di Lorong Mall Thamcit. (Online). https://www.jawapos.com/read/2017/07/17/144806/kasus-bullying-terjadi-lagi-pelakunya-siswa-smp-di-lorong-mal-thamcit.html. [15 Oktober 2017].
Hacket, Liam. (2017). The Annual Bullying Survey. Inggris: Ditch the Label.
Halimah, Andi dkk. (2015). Persepsi pada Bystander terhadap Intenstitas Bullying pada Siswa SMP. (Jurnal Psikologi Volume 42, No. 02, Agustus 2015: 129-140). Makasar: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makasssar.
Hidayati, Nurul. (2012). Bullying pada Anak, Analiisis dan Alternatif Solusi. (INSAN Vol.14 No.01, April 2012). Gresik: Fakultar Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik.
Rahayu, Cici Marlina. (2017). Ini Alasan Pelaku Bullying Siswi SD di Thamrin City. (Online). https://news.detik.com/berita/d-3564407/ini-alasan-pelaku-bully-siswi-sd-di-thamrin-city.html
[15 Oktober 2017].
Rudi, Tisna. (2010). Informasi Perihal Bullying. (E-book). Indonesia Anti Bullying.
Surilena. (2016). Perilaku Bullying (Perundungan) pada Anak dan Remaja. (CDK-236 vol. 43 no. 1, thn 2016). Jakarta: Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya.
Usman, Irvan. (2013). Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah, dan Perilaku Bullying. (Humanitas Vol.X No. 1, Januari 2013). Gorontalo: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo.
Wardhana, Katyana. (…). Stop Bullying Campaign: Panduan Melawan Bullying. (E-book). Sudah Dong (www.sudahdong.com)
Yuhianto. (2017). 132 Juta Pengguna Internet Indesia, 40% Penggila Medsos. (Online). Tersedia: https://inet.detik.com/cyberlife/d-3659956/132-juta-pengguna-internet-indonesia-40-penggila-medsos.html [30 Oktober 2017].